Kamis, 24 Januari 2013

Mengkaji Peringatan Hari Kelahiran Rasulullah



Seluruh penjuru nusantara bergemuruh dengan sholawat semenjak awal bulan rabiu’ul awwal kemaren. Tanggal 12 rabi’ul awal, merupakan puncak peringatan hari bersejarah tersebut dan akan berlanjut sampai lepasnya bulan Rabi’ul awwal, begitu masuknya rabi’ul akhir maka nuansa akan kembali seperti semula. Begitu bahagianya sambutan kaum muslimin akan hari kelahiran insanul kamil yang satu ini. Tentunya ada sesuatu hikmah yang ada di dalamnya.

Hari senin tanggal 12 rabi’ul awal adalah hari bersejarah, dimana sosok yang menggemparkan dunia lahir pada hari tersebut. Tak ayal, Michel heart memasukkan daftar nama Muhammad sebagai orang no. 1 berpengaruh di dunia. Namun peringatan terhadap hari kelahiran beliau menjadi fenomena yang menarik untuk dikaji.

Kelahiran beliau yang bertepatan dengan 20 April tahun 571 M tersebut pertama kali dirayakan oleh beliau sendiri. Benarkah? Jika kita melihat sejarah, para sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah, mengapa beliau puasa hari senin. Lantas beliau pun menjawab,
فِيهِ عَلَىَّ أُنْزِلَ أَوْ بُعِثْتُ وَيَوْمٌ فِيهِ وُلِدْتُ يَوْمٌ ذَاكَ  artinya”hari tersebut adalah hari aku dilahirkan, hari aku diutus atau diturunknnya wahyu untukku”. Sekali lagi, beliau juga memperingati hari kelahiran beliau dengan berpuasa dihari di mana beliau dilahirkan. Esensi dari perayaan tersebut dalam rangka memperkuat hubungan hablum minallah.

Apa makna dari peringatan Maulid?

Jika kita kaitkan dengan fenomena yang ada, perayaan yang dilakukan diseluruh penjuru nusantara tersebut harus mampu meningkatkan ketakwaan kepada Allah. Habib Zen Bib Smith, ketua Rabithah Adawiyyah pusat Jakarta mengatakan dalam tausyiahnya bahwa umat Islam harus berani keluar dari frame perayaan. Perayaan mauled bukan sekedar perayaan, akan tetapi bagaimana kita berusaha untuk meneladani beliau. 

Esensi dari perayaan tersebut pada hakikatnya mampu meningkatkan kualitas iman kita. Umat Islam dituntut untuk mengamalkan nilai-nilai ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Peneladanan kepribadian Rasulullah harus dibarengi dengan kecerdasan. Jangan sampai membabi buta, sebab jika dikaji lagi kepribadian Rasulullah tersebut, maka beliau  memilliki 3 kepribadian. Yang pertama, kepribadian seorang Rasul. Sebagaimana yang kita ketahui, segala ucapan dan perbuatan nabi murni datangnya dari Allah semata. Allahlah yang kemudian mengatur semua tingkah laku beliau. Maka kebenarannya adalah bersifat mutlak. Sehingga kita seharusnya meniru segala perilaku yang beliau ajarkan kepada umat. Peneladanan tersebut pu harus teremplementasikan pada perilaku kita sehari-hari.

Kepribadian yang kedua adalah sebagai Mufti. Disini Rasulullah bertindak sebagai orang yang membuat hukum. Hukum-hukum yang telah ditentukan juga mutlak adanya karena bersumber dari Allah. Tidak ada keraguan didalamnya. Posisi ini masih pada koridor yang merupakan suatu kebenaran. Apapun ketetapan-ketetapan yang dibuat wajib kita patuhi. Hukum yang dibuat akan menjadi hujjah semua umat. 

Sedangkan yang ketiga adalah kepribadian sebagai seorang hakim. Tentunya sisi-sisi kemanusiaan beliau diuji. Meskipun dalam pengawasan Allah dan malaikat Jibril, namun sisi manusiawi lebih berperan. Jika saja terdapat kasus, dan rasulullah kemudian bertindak sebagai hakim, maka siapa saja yang pandai berkilah, atau belum bisa dibuktikan kejahatannya atau tidak adanya saksi ditempat kejadian maka dia akan lepas dari hukum yang ada. Sisi inilah yang menjadi perhatian untuk umat.

Kembali kepada hakekat perayaan mauled nabi, meskipun esensinya adalah meneladani segala perilaku rasulullah, tentunya dibarengi dengan kecerdasan. Kita tahu jika sekarang adalah masa keilmuan, masa intelektualitas, masa peradaban kaum beradab. Oleh karena itu, meneladani perilaku rasulullah harus dibarengi dengan kecerdasan. Jika peneladan tanpa dibarengi kecerdasan maka bisa berbahaya.

Sebagai contoh sejarah juga berbicara bahwa Rasulullah suka sekali makan paha daging kambing. Ini adalah sisi kemanusiaan rasulullah, sekali lagi ini adalah sisi manusia. Jika kita seorang yang berpenyakit kolesterol kemudian mencontoh beliau dengan mengkonsumsi paha daging kambing sebanyak mungkin, maka bisa berakibat fatal.

Titik Kebangkitan Umat

Umat Islam harus cerdas dalam bertindak dan bertindak dalam kecerdasan. Perayaan akan kelahiran Rasulullah harus menjadi titik bangkit untuk perbaikan moral bangsa. Dimana bangsa kita diterpa dengan badai yang sangat dahsyat yakni moralitas. Hal yang menyebabkan lagi-lagi karena bangsa ini mengalami krisis keteladanan. Para public figure lebih banyak memberikan contoh yang tidak baik, meskipun disisi lain masih banyak yang baik. Sayangnya, justru yang tidak baik inilah yang menjadi sorotan media dan membeberkan semua kejelekan para teladan.

Momentum titik balik tersebut dimulai dari sekarang. Kembalinya public figure umat islam ini, menjadi langkah positif untuk dilestarikan. Saat dimana sang idola pemuda-pemudi adalah artis-artis, maka pemuda-pemudi Islam meneladani sosok Rasulullah sebagai orang yang paling baik didunia ini. Harusnya sebagai seorang muslim bersyukur bahwa kekaguman kita kepada sosok Rasulullah meliputi dua hal. Yakni kekaguman saat sejarah mencatat kepribadian Muhammad sebelum menjadi nabi dan setelah menjadi nabi. Akan berbeda jika kita kagumi dari sisi seorang Michel Heart, dimana aspek yang dikaguminya hanya satu yakni perjalan hidup seorang Muhammad saja karena dibatasi dengan keyakinan.

Oleh karena itu, peneladanan Rasulullah tidak sebatas bulan Rabi’ul awal saja, melainkan peneladanan tersebut bersifat kontinu atau berkelanjutan. Dengan menerapkan konsep peneladanan tersebut, maka moralitas dapat diperbaiki. Wallahua’lam bisshowab…

 Haitami
Presiden PAS 2012-2013

Minggu, 06 Januari 2013

PENTINGKAH PARTAI PAS IKUT PEMILWA?

Mengapa harus repot-repot berpolitik di kampus? Untuk apa membentuk partai mahasiswa, membiayai, meneguhkan dengan seluruh tenaga, fikiran dan waktu kita? Untuk apa bertarung dan memperebutkan pengaruh dari seluruh kawan-kawan mahasiswa kita? Tidakkah cukup dakwah menggunakan bil-hal, bil-lisan, dan bil-qolam; tanpa harus gontok-gontokan dengan organisasi lain? Tidakkah cukup berdakwah secara kultural dan fardhiyah?

Ada banyak pertanyaan yang harus diajukan, sebelum kita benar-benar mantap untuk masuk dalam kancah politik kampus. Karena memang banyak orang yang sudah merasa risi dengan istilah politik. Terbukti, sedikit sekali persentase mahasiswa yang mau memberikan suaranya dalam Pemilihan Umum Mahasiswa (Pemira/Pemilwa).

Perlu diadakan pembacaan komprehensif terhadap realitas kampus dan paradigma gerak kita. Hal itu merupakan suatu yang sangat penting, dengan adanya paradigma dan pembacaan, maka stratak (strategi dan taktis) dalam perjuangan akan mendapat arah yang jelas.

Urgensi Politik Kampus