Minggu, 06 Januari 2013

PENTINGKAH PARTAI PAS IKUT PEMILWA?

Mengapa harus repot-repot berpolitik di kampus? Untuk apa membentuk partai mahasiswa, membiayai, meneguhkan dengan seluruh tenaga, fikiran dan waktu kita? Untuk apa bertarung dan memperebutkan pengaruh dari seluruh kawan-kawan mahasiswa kita? Tidakkah cukup dakwah menggunakan bil-hal, bil-lisan, dan bil-qolam; tanpa harus gontok-gontokan dengan organisasi lain? Tidakkah cukup berdakwah secara kultural dan fardhiyah?

Ada banyak pertanyaan yang harus diajukan, sebelum kita benar-benar mantap untuk masuk dalam kancah politik kampus. Karena memang banyak orang yang sudah merasa risi dengan istilah politik. Terbukti, sedikit sekali persentase mahasiswa yang mau memberikan suaranya dalam Pemilihan Umum Mahasiswa (Pemira/Pemilwa).

Perlu diadakan pembacaan komprehensif terhadap realitas kampus dan paradigma gerak kita. Hal itu merupakan suatu yang sangat penting, dengan adanya paradigma dan pembacaan, maka stratak (strategi dan taktis) dalam perjuangan akan mendapat arah yang jelas.

Urgensi Politik Kampus

Tidak bisa dipungkiri, bahwa kampus adalah tempat bersemayamnya cadangan pemimpin masa depan bangsa. Sejarah telah membuktikan bahwa tokoh-tokoh besar dan berpengaruh pernah digembleng di kampus. Soekarno-Hatta misalnya. Kedua tokoh ini menjadi founding father bangsa ini dan menjadi tokoh sentral dalam sejarah pergerakan kemerdekaan bangsa indonesia. Kampus sebagai miniatur suatu negara, menjadi tempat yang layak, karena di dalamnya terjadi proses kaderisasi untuk menyemai benih-benih pemimpin bangsa.

KAMMI sebagai organisasi yang berbasis ekstra kampus harus mampu memanfaantkan potensi ini. Untuk memainkan peran itu, ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh KAMMI dalam mengoptimalkan perannya di ranah politik kampus.

Pertama, penguatan kaderisasi. Pembentukan kader yang memiliki kualitas intelektual dan kepahaman siyasah (politik) serta pengetahuan organisasi yang mapan mutlak dilakukan dilakoni oleh KAMMI. Proses kaderisasi tidak lagi terfokus atau bermain pada wilayah musholla, sudah saatnya kaderisasi politik diserahkan sepenuhnya kepada KAMMI.

Sebagai sebuah organisasi politik mahasiswa, tentunya KAMMI harus mempertegas posisinya serta lebih cerdas memainkan perannya dalam hal keterlibatan pada tataran kebijakan kampus. Untuk itu, penguatan basis kader adalah syarat mutlak untuk terlibat politik kampus termasuk dalam hal keterlibatannya di struktur lembaga kemahasiswaan.

Kedua, terlibat dalam struktur lembaga internal kemahasiswaan. Hal ini perlu, mengingat kebutuhan dakwah kampus sebahagian besar sangat ditentukan oleh kebijakan-kebijakan yang sifatnya birokratis atau berasal dari struktur kelembagaan. Oleh karenanya, membangun komunikasi yang baik dan intens dengan tokoh-tokoh mahasiswa dan penentu kebijkan ditingkat lembaga kemahasiswaan adalah suatu keharusan.

Ketiga, membangun komunikasi dan membuka jaringan dengan pihak pengambil kebijakan di tingkat fakultas dan universitas. Dan yang tak kalah pentingnya juga adalah membangun komunikasi dengan perangkat kampus yang lainnya seperti unit kegiatan mahasiswa (UKM) dan majalah kampus maupun radio kampus. Hal ini perlu, mengingat misi dakwah lewat jalur politik yang kita bawa tersebut dengan cepat dan diterima oleh semua elemen kampus.

Keempat, membangun ketokohan. Disadari atau tidak, ketokohan merupakan suatu hal penting yang dapat mempengaruhi tingkat penerimaan terhadap suatu organisasi yang diwakili. KAMMI pun harus melakukan hal serupa. Ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk memunculkan ketokohan. Misalnya melalui forum diskusi, bedah buku, seminar dan menyampaikan gagasan sert ide-ide cerdas melalui media, baik di tingkat kampus maupun media massa atau bila perlu dengan menulis dan menerbitkan buku.

Format dan Prinsip Dasar

Kini, gerakan organisasi kemahasiswaan kembali marak. Kampus-kampus seperti menemukan kembali roh perjuangannya yang lama hilang sejak proses depolitisi kehidupan kampus lewat NKK/BKK seperti yang telah diulas pada bagian awal buku ini. PP No. 61 tahun 1999 tentang Otonomi Kampus telah dikeluarkan, walaupun secara umum masih terlalu banyak cacat. Pemerintah juga tidak serepresif masa NKK/BKK dulu.

Setelah pembubaran Dema (Dewan Mahasiswa) yang mempunyai pengaruh strategis politik, maka peranan gerakan intra kampus pasca tahun 1998 diambilalih oleh BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa). Peran BEM cukup signifikan, baik untuk lingkup nasional, regional, maupun untuk internal kampus itu sendiri.

Di era sekarang, aliansi BEM yang mengemuka adalah BEM SI (Seluruh Indonesia), BEM Nusantara, BEM Jabotabek BEM Joglosemar juga FKMJ. Walau dengan agenda yang berbeda namun semuanya berpijak dari parameter yang sama yaitu reformasi. Ke depan, peran strategis politis ini seharusnya juga dimainkan oleh lembaga-lembaga formal kampus lainnya seperti pers mahasiswa, atau kelompok studi profesi.

Depolitisasi dan karantina kehidupan kemahasiswaan pasca NKK/BKK era 1970-an sampai 1990-an, telah menjadi cambuk bagi mahasiswa untuk bangkit, melakukan revivalisasi dalam merebut kedaulatan. Atas dasar kemurnian hati, kedaulatan, dan kebersamaan mahasiswa serta kebebasan akademis dan intelektualitas yang berkesusilaan dan berkemanusiaan, maka mahasiswa sebagai bagian dari student world harus melakukan revitalisasi lembaga mahasiswa, salah satunya melalui pemilu kampus.

Menarik sekali, jika mencermati pergerakan mahasiswa sekarang ini. Ide-ide revolusi sistemik, pemerintahan rakyat miskin, pemerintahan kaum muda (junta pemuda) dan lain-lain, ini merupakan tawaran segar yang tentu saja memerlukan telaah yang cukup mendalam. Salah satu di antara yang menarik adalah pra wacana atas student government (pemerintahan mahasiswa/negara mahasiswa).

Dia diartikan sebagai pelembagaan kepentingan politik mahasiswa dalam format negara mahasiswa, namun tidak sama dengan negara, dimana konsepnya tidak terlepas dari teori negara. Kalau boleh disederhanakan maka student government adalah gerakan mahasiswa yang dilembagakan.

Agaknya perlu diambil kesepakatan bersama seperti apakah format negara mahasiswa itu. Ada beberapa variasi yang bisa disampaikan mengenai hal ini. Pertama, student government merupakan bentuk pemerintahan yang mengambilalih kekuasaan sehingga unsur-unsur kekuasaan dan kekuatan negara akan dikuasai mahasiswa, hal ini tak lepas dari keprihatinan semakin tidak jelasnya reformasi.

Kemudian yang kedua, student government diberi kesempatan untuk menentukan kebijakan negara dengan masuk ke dalam sistem kekuasaan namun tidak seluruhnya. Sedangkan yang ketiga, student government merupakan wadah gerakan mahasiswa itu sendiri yang di dalamnya mempunyai bentuk sama atau mirip dengan bentuk negara. Yang terakhir inilah yang barang kali menjadi entry point student government dalam patron reformasi. Selain dari bentuk lembaga tersebut, juga perlu dipikirkan bentuk material, substansi dan prinsip dasarnya.

Student government mempunyai paling sedikit lima prinsip dasar, yakni moralitas, intelektualitas, politis, independen dan sejajar. Masing-masing perlu dikritisi untuk memperoleh gambaran yang ideal tentang konsep yang sedang dibahas ini.

Pertama, student government berpatron pada gerakan moral. Sebelum ide gerakan mahasiswa ini kita kembangkan lebih jauh, agaknya kita perlu lebih bijaksana untuk becermin pada diri kita sendiri dahulu. Gerakan mahasiswa, terlepas dari ideologinya, dilahirkan dan dibesarkan oleh mahasiswa itu sendiri yang sedikit banyak terpengaruh oleh suasana lingkungan dan latar belakang akademis. Dengan kata lain, mahasiswa adalah unsur dari gerakan mahasiswa.

Secara umum masyarakat memandang mahasiswa sebagai bagian kecil dari komunitas terdidik dari bangsa ini. Tapi yang menggelikan tidak semua mahasiswa, namun mungkin cukup banyak, yang kurang menyadari anugerah yang telah disandangnya.

Sebuah ironi ketika mahasiswa meneriakkan slogan-slogan moralitas tatkala mahasiswa yang lain kelakuannya tidak bermoral. Seks bebas, aborsi, pergaulan tanpa batas, narkoba, ayam kampus dan tindak pidana adalah fenomena yang tidak bisa begitu saja dihilangkan dari ingatan. Jika mahasiswa seperti ini yang diberi kesempatan memegang kendali, apa jadinya?

Kedua, student government berpatron pada gerakan intelektual. Gerakan mahasiswa yang berkarakter intelektual memang diharapkan menghasilkan rumusan dan solusi konkret permasalahan bangsa sesuai dengan kapasitas keilmuan yang dimiliki. Jika harapan ini terlaksana maka sebuah kebahagiaan bagi masyarakat. Mahasiswa menjadi bagian komunitas yang peduli terhadap rakyat yang miskin dan tertindas.
Konsepsi intelektual yang perlu dikembangkan adalah konsep intelektual profetik.
Konsep ini dapat didefinisikan sebagai gerakan yang meletakkan keimanan sebagai ruh atas penjelajahan nalar akal; gerakan yang mengembalikan secara tulus dialektika wacana pada prinsip-prinsip kemanusiaan yang universal; gerakan yang mempertemukan nalar akal dan nalar wahyu pada usaha perjuangan perlawanan, pembebasan, pencerahan, dan pemberdayaan manusia secara organik.

Dengan konsep ini, maka gerakan mahasiswa akan menjadi patron bagi masyarakat untuk melakukan pencerahan dan penyadaran. Namun celakanya, konsep pendidikan yang ditawarkan saat ini lebih mementingkan kebutuhan pragmatis. Hasilnya adalah mahasiswa berlomba-lomba untuk menyelesaikan studinya sebelum batas akhir yang seringkali membawa dampak pada keengganan mahasiswa untuk ikut dalam pergumulan membicarakan masyarakat yang teraniaya, apalagi, berorganisasi dengan aktif.

Ketiga, student government merupakan gerakan politik. Sebagai gerakan politik mempunyai arti menjalankan fungsi kontrol (oposisi) terhadap kebijakan, baik kampus maupun negara. Hal ini lebih berarti jika ada jalinan antar gerakan mahasiswa, paling tidak jika ada isu/musuh bersama, biasanya mahasiswa bersatu.
Turunnya $oeharto pada tahun 1998 merupakan salah satu contoh betapa kuatnya gerakan mahasiswa tatkala bersatu. Namun pasca lengsernya $oeharto, gerakan mahasiswa tidak lagi mempunyai kesamaan terutama dalam hal strategi apa yang akan digunakan dalam melaksanakan agenda reformasi.

Untuk mengokohkan peran politik ekstra parlementer, student governement bisa menggunakan strategi: (1). Mempengaruhi dan berupaya berpartisipasi dalam pengambilan kebijakan publik. (2). Mengawasi dan memantau pelaksanaan kebijakan publik (3). Memberikan penilaian dan advokasi terhadap pelaksanaan kebijakan publik.

Keempat, student government bersifat independen. Independen mempunyai arti tidak terpengaruh kepentingan kelompok tertentu terutama di luar mahasiswa. Sejarah Orde Lama memberikan pelajaran kepada kita bahwa partai politik pun ternyata mempunyai kepentingan dengan menggarap mahasiswa. tidak heran jika pada masa itu ada anggapan jika HMI adalah alat perjuangan Masyumi, NU dengan PMII-nya, PNI dengan GMNI-nya, PKI dengan CGMI-nya. Hendaknya, pada masa kini, citra KAMMI tidak selalu identik dengan PKS. Ini penting sebagai catatan gerakan mahasiswa tarbiyah.

Meskipun memang, tidak dapat dipungkiri bahwa ekspresi gerakan mahasiswa adalah ekspresi moral yang berdimensi politik, dan ekspresi politik yang berdasar pada prinsip moral dan intelektual. Sebagai gerakan politik yang berbasis moral, gerakan mahasiswa tidaklah berpolitik pragmatis yang berorientasi kekuasaan baik bagi gerakan maupun kadernya.

Masa-masa awal Orde Baru pasca tumbangnya Presiden Soekarno di beberapa lembaga formal intra kampus, seperti di Universitas Indonesia telah terjadi pertentangan yang cukup hebat antara aktivis-aktivis mahasiswa yang berhaluan independen dengan mereka yang berafilisasi kepada lembvaga ekstra kampus. Hal ini barangkali menjadi perdebatan yang terus menerus mengenai peran dari lembaga-lembaga ekstra kampus ini.

Kelima, student government sejajar dengan pihak mana pun. Hal ini adalah sebuah keberanian dari gerakan mahasiswa yang akan menjadi bahasa perjuangannya. Sehingga dengan pihak manapun gerakan mahasiswa mempunyai hak dan kesempatan yang sama. Hal ini membutuhkan keterlibatan mahasiswa secara luas. Namun, apa dikata, jika ternyata mahasiswa—bahkan secara umum—bersikap apatis, masa bodoh terhadap kondisi kampusnya. Perlu energi yang besar untuk merubah paradigma berfikir. Sehingga untuk menghadapi pihak-pihak di luar maka mahasiswa harus mengatasi kondisi internal mereka sendiri. Jadi membutuhkan energi dua kali.

Lima prinsip dasar di atas merupakan basis bagi pengembangan student government di sebuah kampus, maupun jaringan antar kampus. Dengan adanya proses internalisasi lima prinsip dasar ini, maka gerakan mahasiswa dengan seluruh elemen yang dimilikinya, akan menjadi kekuatan pressure group yang efektif terhadap decision maker, baik di kampus maupun negara. Selain itu, kinerja lembaga di student government tersebut akan mendapat arah yang jelas.

Keuntungan dan Strategi
Perlu dibentuk pemahaman yang benar akan politik kampus. Pengertian yang sebenarnya mengenai politik dalam Islam, akan membawa pada keteguhan gerak dalam menghadapi segala mihnah yang menghadang. Memahami bahwa siyasah adalah sebuah wasilah untuk tahqiq ahdaf al-da’wah (meneguhkan tujuan-tujuan dakwah). Sehingga politik kotor adalah persoalan mental pelaku, dan bukan strategi perjuangan.

Berikut beberapa keuntungan memasuki arena politik kampus. Pertama, dengan membuat partai kampus dan aktif dalam kegiatan politik kampus, maka ada kesempatan menyuarakan kepentingan kita dan mayoritas mahasiswa konstituen. Secara praktis, tujuan-tujuan dakwah akan tersampaikan dalam mimbar legislatif.
Kedua, dengan mendudukkan wakil mahasiswa di Senat Mahasiswa, maka kebijakan kampus dapat kita awasi, kontrol dan rekomendasikan. Ketiga, mengawali kultur positif tentang pengelolaan lembaga mahasiswa, dengan mengembangkan kultur jujur dan amanah, maka mahasiswa konstituen akan benar-benar merasa terwakili dan diayomi, di sinilah nilai dakwah terinternalisasi.

Untuk memaksimalkan sebuah kemenangan, maka perlu memikirkan strategi yang paling menguntungkan bagi dakwah—dengan catatan tidak terseret dalam gelombang pragmatisme. Strategi yang sebagaimana digunakan Rasul dahulu, yaitu al-tahalluf (koalisi) dengan kekuatan perubah dalam struktur masyarakat. Akumulasi kekuatan perubah akan menjadi pressure group paling efektif.

Dalam siyasah, terdapat manhaj perjuangan di tingkat parlemen. Biasa disebut sebagai musyarakah ijabiyah banna-ah (partisipasi positif konstruktif). Dengan metode itu, maka elemen dakwah yang berpolitik, akan terlibat secara maksimal dalam pemberian masukan bagi eksekutif dan pemberlakuan—atau penolakan—sebuah kebijakan.

Jika elemen dakwah di kampus UIN Sunan Kalijaga sudah siap untuk masuk dalam pusaran politik kampus, maka seyogyanya pertanyaan-pertanyaan pada point di atas, sudah tidak lagi dilontarkan. Memasuki wilayah politik berarti siap dengan segalanya. Ingat akan Thariq bin Ziyad di tepi Andalusia yang membakar kapal anak buahnya dan meneguhkan perjuangan di depan mata. Mungkin sekarang saatnya kita teriakkan, “Jangan pernah mundur walau setapak, karena mundur adalah pengkhianatan!”.
Amin Sudarsono
Presiden Partai PAS 2001-2002

Tidak ada komentar:

Posting Komentar