Haitami (Manajemen Dakwah 2009)
Presiden Partai PAS
(Daulat Edisi 1)
Demokrasi
mahasiswa uin sunan kalijaga Yogyakarta ternyata tidak sedemokrasi apa yang
kita pikirkan. Pesta demokrasi yang diadakan 2 tahun sekali ternyata dinodai
dengan kecurangan dan kekerasan. Betapa hinannya dalam merebut kekuasaan
dilakukan dengan mmenghalalkan segala cara. Apalagi diwarnai dengan unsure
premanisme karena mahasiswa adalah kaum intelektual BUKAN bangsa BAR-BAR.
Selain itu, fenomena lain yang muncul dalam even 2 tahunan ini ialah maraknya
PEMILIH TRADISIONAL.
Apa itu pemilih tradisional?
Pemilih tradisional
adalah pemilih yang mendasarkan keputusan politiknya untuk memilih berdasarkan
aliran politik dan ikatan primordial. Pemilih yang berdasarkan aliran politik
memiliki orientasi ideology yang sangat tinggi dan tidak terlalu melihat
kebijakan partai politik atau seorang kontestan sebagai sesuatu yang penting
dalam mengambil keputusan. Pemilih tradisional sangat mengutamakan kedekatan
sosial-budaya, nilai, asal-usul, paham dan agama sebagai ukuran untuk memilih
sebuah partai politik. Biasanya pemilih jenis ini memiliki tingkat pendidikan
yang rendah dan sangat konservatif ataupun jika mereka tergolong dalam kelas
pendidikan yang tinggi namun memiliki pola pikir yang rendah dalam mengkritisi
dan memutuskan pilihan politiknya.
Selain itu,
pemilih tradisional juga memutuskan politiknya berdasarkan ikatan primordial.
Ikatan primordial yang dimaksud adalah Suku, Agama, Ras dan Antar golongan
(SARA) serta asal daerah dan ikatan lainnya. Baik itu family, teman sejawat dan
hubungan yang lainnya. Yang dikhawatirkan adalah pemimpin yang lahir dari
tangan-tangan pemilih tradisional ini adalah pemimpin yang kurang meliki
kemampuan dalam memimpin. Justru pemimpin yang hanya bermodalkan kedekatan dan
popularitas yang dibangun berdasarkan ikatan primordial sehingga hanya
orang-orang tertentu yang termasuk dalam ikatan-ikatannya lah yang menikmati
manfaat kepemimpinan. Sejatinya pemimpin itu untuk rakyat, bukan untuk elit
politik atau golongan tertentu.
Pemimpin yang ideal
Kekuasaan
hanyalah instrumen dan kewenangan untuk menciptakan perbaikan sosial. Kekuasaan
tidak digunakan untuk memperbesar kepentingan elit politik dengan memperkaya
diri mereka masing-masing. Rakyat membutuhkan pihak-pihak yang mengatur hidup
mereka. Idealnya adalah prinsip dari seorang pemimpin atau partai berkuasa
adalah memberlakukan semua mahasiswa dari berbagai golongan, entah iitu dari
pendukungnya ataupun non pendukung, secara sama. Bukan untuk golongan
tertentu!!
Apabila
partai berkuasa tidak mampu memperjuangkan kepentingan-kepentingan masyarakat
(mahasiswa) maka sesungguhnya kekuasaan tersebut bukan untuk rakyat (mahasiswa)
melainkan hanya untuk elit partai tersebut. Bagaimana melahirkan dan mewujudkan
pemimpin yang mampu mengayomi seluruh mahasiswa dari berbagai golongan? Maka
satu-satunya cara adalah kita menjadi pemilih yang kritis.
Pemilih kritis
Pemilih
kritis adalah pemilih yang selalu menganalisis system nilai partai atau
ideology dengan kebijakan yang dibuat. Biasanya pemilih jenis ini akan
meilhat-lihat dulu kandidat, kualitas kandidat termasuk rekam jejak serta
program kerja y (visi-misi) yang akan ditawarkan sebelum menentukan pilihan.
Jika mereka melihat adanya ketidaksesuaian anatara hal-hal tersebut atau meiliki
track record yang masih kurang memadai untuk menjadi pemimpin, jelas mereka
akan mencari pemimpin alternative yang mampu memberikan kepercayaan dan jaminan
terhadap keadilan serta kesejahteraan akan manfaat kekuasaan tersebut. Wujud
kongkret dari pemilih kritis adalah munculnya kelompok oposisi.
Apa itu kelompok oposisi?
Oposisi
bukanlah kalangan yang melawan secara membabi buta. Oposisi adalah setiap
ucapan dan perbuatan yang meluruskan kekeliruan tetapi sambil menggarisbawahi
dan menyokong segala sesuatu yang sudah dijalan yang benar.
Jadi hakikat
oposisi terletak pada kejernihannya memandang sesuatu serta konsistensi sikapya
dalam menyokong kebenaran. Beroposisi politik berarti melakukan kegiatan
pengawasan terhadap kekuasaan politik yang mungkin bisa saja salah dan bisa
juga benar. Ketika kekuasaan mengalami kekeliruan, oposisi berfungsi
mengkhabarkan kepada khalayak akan kekeliruan tersebut sambil membangun
penentangan dan perlawan atasnya.
Sebaliknya,
jika kekuasaan menjalankan kekuasaannya secara benar, maka pihak oposisi
menggarisbawahi sambil membangun kesadaran dan aksi publilk untuk mmeminta
kelanjutan dan konsistensi dari praktek kebenaran itu. Dalam politik, kebenaran
diukur dari proses dan produk. Oposisi itu justru membersihkan kekuasaan dari
kemungkinan menyeleweng dari keinginan universasl yang dimiliki banyak orang
yakni partisipasi dan keadilan.
Dalam bahasa
politik islam oposisi adalah menyerukan kepada kebenaran dan mencegah
kemunkaran yakni amar ma’ruf nahi munkar. Bahkan menurut fahmi huwayydi,
seorang pemikir mesir menegaskan bahwa oposisi bukan sekedar HAK tapi juga
KEWAJIBAN karena “seutama-utama jihad adalah mengucapkan kata-kata yang benar
kepada penguasa yang dhalim (Nabi Muhammad SAW).
wallahu'alm bisshowab..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar